Sisialo adalah ritual adat sambut tamu di sub suku Dayak Tamambaloh. Secara geografis suku Dayak Tamambaloh tersebar di Kecamatan Embaloh Hulu dan Kecamatan Putussibau Utara Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Ada beberapa komunitas yang sudah bergabung menjadi anggota Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Satu diantaranya adalah Komunitas Tamambaloh Kerangkan di Desa Tamao.
Sisialo sendiri dari bahasa Embaloh (Embaloh adalah sebutan untuk orang Dayak Tamambaloh) yang artinya adalah diterima. Ritual adat ini biasa dibuat pada acara-acara besar seperti pesta pernikahan, pesta ucapan syukur pada hasil panen padi (Gawai) dan pesta-pesta besar yang mengundang tamu dari kampung atau daerah yang berbeda.
Ritual adat Sisialo ini sebenarnya hampir sama dengan ritual adat penyambutan tamu dibeberapa tempat lainnya pada suku dayak di Kalimantan Barat. Sebelum memasuki perkampungan, para tamu ditaburi beras kuning dan didoakan oleh Tamanggung atau tetua adat dari kampung yang menjadi tuan rumah.
Orang Embaloh menyebut doa pada ritual Sisialo adalah Mangalongan. Mangalongan berasal dari kata Mangalong yang artinya memanggil. Mangalongang adalah pemanggilan para leluhur yang sudah tidak berada didunia untuk menyaksikan Sisialo dan para tamu yang akan memasuki kampung mereka. Mangalongang juga meminta para leluhur untuk melindungi mereka selama berada dikampung atau wilayah mereka, menjauhkan dari bahaya dan penyakit hingga kembali ke tempat masing-masing.
Setelah Mangalongang, para tamu dipersilahkan memasuki perkampungan melewati pintu gerbang yang telah disiapkan. Di pintu gerbang tersebut sudah menunggu para penyambut tamu sambil memagang minuman dan makanan tradisional yang wajib harus dicicipi oleh para tamu. Sambil menjamu tamu mereka bernyanyi dengan diiringi musik tradisional serta hentakan kaki para penyambut tamu ke tanah atau papan. Nah lagu yang mereka nyanyikan adalah lagu asli dan berbahasa dayak Tamambaloh. Hentakan kaki sambil menari-nari menabah ramai dan meriah Sisialo.
Lalokintasangke
Isialokinikam
Iruangsaladangaduduki
Kokombong
Mainyumkindanum papa’
Nana danumbaka’
Sidai’ sipainyum
Ada’ kin sijaien
Singkatnya lagu itu menceritakan suka cita mereka menerima tamu yang datang dan mempersilahkan para tamu mencicipi makanan dan minuman yang sudah mereka siapkan.
Arak-arakan juga ada di Sisialo. Itu dilaksanakan di sungai sebelum Mangalangok. Pada zaman dahulu jalur transportasi yang paling sering digunakan orang dayak adalah sungai. Tamu yang datang dari kampung atau daerah lain selalu melewati sungai menggunakan perahu, orang Tamambaloh menyebutnya Paru Tambe. Perahu yang dihias dengan umbul-umbul dan bendera dengan berbagai warna khas orang Tamambaloh. Tradisinya para tamu yang akan naik kedaratan akan disiram dengan air sungai sebagai bentuk untuk menunjukan rasa senangnya mereka kedatagan tamu. Bisa dibayangkan betapa ramai dan ributnya orang-orang di bibir sungai tersebut. Setelah itu baru menuju gerbang Sisialo.
Makanan dan Minuman Tradisional Tamambaloh
Ada beberapa macam makanan dan minuman yang disajikan pada Sisialo.
Kalame’ berbahan dasar beras ketan yang ditumbuk kasar diberi campuran gula aren dan air kemudian dimasukkan kedalam bambu dan dipanggang. Sama seperti Kalame’, pulut juga berbahan dasar beras ketan dan cara memasaknya sama. Bedanya adalah jika pulut tidak ditumbuk dan tidak dikasih campuran gula aren.
Baram adalah air dari tamai atau tape ketan dan Tuak dari air aren yang telah diberi campuran kulit kayu Raru’. Ada lagi minuman tradisional khas Tamambaloh yang namanya Papa’ dari air tebu, tapi ini jarang sekali ditemukan.
Masyarakat Adat Tamambaloh masih sangat menjunjung tinggi adat istiadatnya. Hingga saat ini Sisialo masih selalu diritualkan. Alam dan hutan juga menjadi tempat mereka mencari ramuan. Terbukti bahwa bahan-bahan yang mekera butuhkan untuk membuat berbagai macam sajian tersebut adalah dari hasil hutan yang sebagian adalah tumbuh liar dan subur di hutan. (Foto & Narasi By Cony)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar